Salah satu benang merah yang saya ambil dari seminar beberapa hari
yang lalu adalah bangsa kita ini tidak kreatif. Padahal katanya sekarang
ekonomi digerakkan oleh produk yang dihasilkan oleh kreativitas. Wah,
di era industri kita kalah. Sekarang di era digital dan kreatif ini kita
kalah lagi???
Salah satu contoh yang diambil untuk menunjukkan tidak kreatifnya
kita adalah kita tukang nyontek. Lihat saja contoh poster film di
Indonesia ini. Ternyata banyak yang nyontek. (12 poster fim Indonesia yang menjiplak.)
Ini baru salah satu contoh yang kasat mata. Vulgar sekali nyonteknya.
Maka tidak heran kalau dunia perfilman Indonesia tidak sehebat dulu
lagi.
Di kampus pun saya dengar mahasiswa juga tidak kreatif. Nyotek,
plagiat, atau apapun namanya terjadi. (Entah mereka sadar atau tidak
sih?) Atau apa yang terjadi di luar itu merupakan cerminan dari produk
kampus? Atau sebaliknya?
[Foto dari kampus National University Singapore (NUS). Jangan-jangan kita pun bisa kalah kreatif oleh negara tetangga kita.]
Dunia media sosial juga tidak jauh berbeda. Kebanyakan orang melakukan re-post atau memposting link berita (dari sumber berita yang mainstream). Di twitter, orang melakukan retweet. Blog? he he he … re-blog
lah jadinya. Maka kita semakin diajarkan untuk tidak kreatif. Teknologi
mempermudah kita untuk menjadi tidak kreatif. Ini yang berbahaya. Apa
jadinya kita ini?
Mari kita membuat yang baru. Hentikan re-post, re-tweet, dan re-re lainnya. Katakan tidak! untuk mainstream.
Translate
Tuesday 9 July 2013
Bangsa Yang Tidak Kreatif
Tweet |
Salah satu benang merah yang saya ambil dari seminar beberapa hari
yang lalu adalah bangsa kita ini tidak kreatif. Padahal katanya sekarang
ekonomi digerakkan oleh produk yang dihasilkan oleh kreativitas. Wah,
di era industri kita kalah. Sekarang di era digital dan kreatif ini kita
kalah lagi???
Salah satu contoh yang diambil untuk menunjukkan tidak kreatifnya kita adalah kita tukang nyontek. Lihat saja contoh poster film di Indonesia ini. Ternyata banyak yang nyontek. (12 poster fim Indonesia yang menjiplak.) Ini baru salah satu contoh yang kasat mata. Vulgar sekali nyonteknya. Maka tidak heran kalau dunia perfilman Indonesia tidak sehebat dulu lagi. Di kampus pun saya dengar mahasiswa juga tidak kreatif. Nyotek, plagiat, atau apapun namanya terjadi. (Entah mereka sadar atau tidak sih?) Atau apa yang terjadi di luar itu merupakan cerminan dari produk kampus? Atau sebaliknya? [Foto dari kampus National University Singapore (NUS). Jangan-jangan kita pun bisa kalah kreatif oleh negara tetangga kita.] Dunia media sosial juga tidak jauh berbeda. Kebanyakan orang melakukan re-post atau memposting link berita (dari sumber berita yang mainstream). Di twitter, orang melakukan retweet. Blog? he he he … re-blog lah jadinya. Maka kita semakin diajarkan untuk tidak kreatif. Teknologi mempermudah kita untuk menjadi tidak kreatif. Ini yang berbahaya. Apa jadinya kita ini? Mari kita membuat yang baru. Hentikan re-post, re-tweet, dan re-re lainnya. Katakan tidak! untuk mainstream. |
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment